BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Definisi Ijarah
Secara etimologi ijarah disebut juga upah, sewa,
jasa, atau imbalan. Sedangkan menurut istilah syara’ adalah merupakan salah
satu bentuk kegiatan muamalah dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia, seperti
sewa-menyewa dan mengontrak atau menjual jasa, dan lain-lain.
Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat)
atas suatu aset dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah) tanpa
diikuti dengan pemindahan kepemilikan aset itu sendiri. Transaksi ijarah
dilandasi adanya perpindahan manfaat, jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama
dengan prinsip jual-beli. Perbedaannya terletak pada obyek transaksinya, bila
pada jual-beli transaksinya barang maka pada ijarah bisa berupa jasa, baik
manfaat atas barang maupun manfaat atas tenaga kerja. Setelah kontrak berakhir,
penyewa mengembalikan barang tersebut kepada pemilik.
Ijarah
Muntahiya Bit Tamlik (IMBT) adalah
akad sewa menyewa antara pemilik obyek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan
atas obyek sewa yang disewakannya dengan opsi perpindahan hak milik obyek sewa
pada waktu tertentu sesuai dengan akad sewa. Dengan kata lain, IMBT adalah akad
yang semula berupa akad sewa-menyewa namun pada diakhirnya menjadi akad jual
beli, dengan harga sewa dan harga jual disepakati pada awal perjanjian.
Bagi bank syariah, transaksi ini memiliki beberapa
keunggulan jika dibandingkan dengan jenis akad lainnya yaitu:
1.
Dibandingkan dengan akad murabahah, akad
ijarah lebih fleksibel dalam hal objek transaksi.
2.
Dibandingkan dengan investasi, akad
ijarah mengandung resiko usaha yang lebih rendah, yaitu adanya pendapatan sewa
yang relatif tetap.[1]
B.
Landasan Fiqh dan Fatwa DSN tentang Transaksi Ijarah
1.
Landasan
Fiqh
a.
Al Qur’an
“Dan jika kamu
ingin anakmu disusukan oleh orang lain, tidak dosa bagimu apabila kamu
memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan
ketahuilah Allah Maha Melihat apa yang kammu kerjakan.” (Q.S. Al Baqarah:
233)
b.
Al Hadist
Diriwayatkan
dari Ibnu Abbas bahwa rosulullah SAW bersabda, “Berbekam kamu, kemumdian
berikanlah olehmu upahnya kepada tukang bekam itu.”
(Hr. Bukhari dan Muslim)
Dari
Umar bahwa Rosulullah bersabda, “Berikanlah upah pekerja sebelum kering
keringatnya.” (Hr.
Ibnu Majah)[2]
2.
Fatwa DSN No: 09/DSN-MUI/IV/2000
tentang IJARAH
Landasan syariah akad ini adalah fatwa DSN-MUI No.09 /DSN-MUI/IV/2000
tentang ijarah.[3]
Beberapa
ketentuan yang diatur dalam fatwa ini, antara lain sebagai berikut:
a.
Rukun dan Syarat Transaksi Ijarah
a)
Transaktor yang terdiri atas penyewa
(nasabah) dan pemberi sewa (bank syariah).
b) Objek
kontrak ijarah meliputi pembayaran sewa dan manfaat dari penggunaan aset.
c) Ijab
dan kabul dalam akad ijarah merupakan peryataan dari kedua belah pihak yang
berkontrak, dengan cara penawaran dari pemilik aset (bank syariah) dan
penerimaan yang dinyatakan oleh penyewa (nasabah).
b.
Ketentuan Obyek Ijarah
a)
Obyek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan
jasa.
b)
Manfaat barang harus bisa dinilai dan dapat
dilaksanakan dalam kontrak.
c)
Pemenuhan manfaat harus yang bersifat dibolehkan.
d)
Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai
dengan syariah.
e)
Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa
untuk menghilangkan jahalah (ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan sengketa.
f)
Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas
termasuk jangka waktunya.
g)
Sewa adalah sesuatu (harga) yang dijanjikan dan
dibayar nasabah kepada LKS sebagai pembayaran manfaat.
h)
Pembayaran sewa boleh berbentuk jasa (manfaat lain)
dari jenis yang sama dengan obyek kontrak.
i)
Ketentuan dalam menentukan sewa dapat diwujudkan dalam
ukuran waktu, tempat dan jarak.[4]
c.
Kewajiban LKS dan Nasabah dalam Pembiayaan Ijarah
·
Kewajiban LKS sebagai pemberi sewa:
a)
Menyediakan aset yang disewakan.
b)
Menanggung biaya pemeliharaan aset.
c)
Menjamin bila terdapat cacat pada aset yang disewakan.
·
Kewajiban nasabah sebagai penyewa:
a.
Membayar sewa dan bertanggung jawab untuk menjaga
keutuhan aset yang disewa serta menggunakannya sesuai kontrak.
b.
Menanggung biaya pemeliharaan aset yang sifatnya
ringan (tidak material).
c.
Jika aset yang disewa rusak, bukan dari penggunaan
yang dibolehkan juga bukan karena kelalaian pihak penyewa dalam menjaganya, ia
tidak bertanggung jawab atas kerusakan tersebut.
C.
Pengawasan Syariah Transaksi Ijarah
Untuk menguji kesesuaian transaksi ijrah dan IMBT
yang dilakukan bank dengan fatwa dewan DSN, DPS suatu bank syariah akan
melakukan pengawasan syariah. Menurut bank Indonesia, pengawasan tersebut
antara lain berupa:
a)
Memastikan penyaluran dana berdasarkan prinsip
ijarah tidak dipergunakan untuk kegiatan yang bertentangan dengan prinsip
syariah;
b)
Memastikan bahwa akad pengalihan
kepemilikan dalam IMBT dilakukan setelah akad ijarah selesai, dan dalam akad
ijarah, janji (wa’ad) untuk pengalihan kepemilikan harus dilakukan pada saat
berakhirnya akad ijarah;
c)
Meneliti pembiayaan berdasarkan prinsip
ijarah untuk multijasa menggunakan perjanjian sebagaimana diatur dalam fawa
yang berlaku tentang multijasa dan ketentuan lainnya antara lain ketentuan
standard akad;
d)
Memastikan besar ujrah atau fee
multijasa dengan menggunakan akad ijarah telah disepakati di awal dan diyatakan
dalam bentuk nominal bukan dalam bentuk persentase.[5]
D.
Alur Transaksi Ijarah dan IMBT
Bank
Syariah sebagai pemberi sewa barang/jasa
|
1.Negoisasi
dan Akad Ijarah
|
Nasabah
sebagai penyewa
|
OBJEK IJARAH (Barang/Jasa)
|
4. Membayar sewa
pada
|
3. Menggunakan objek ijarah
|
2.
Membeli
barang/jasa pada pemasok
|
5.mengalihkan
hak milik barang ijarah pada akhir masa sewa (khusus IMBT)
|
Transaksi
dilakukan dengan alur sebagai berikut:
a.
Nasabah mengajukan permohonan ijarah
dengan mengisi formulir permohonan. Berbagai informasi yang diberikan
selanjutnya deverifikasi kebenarannya dan dianalisis kelayakannya oleh Bank
Syariah. Bagi nasabah yang dianggap layak, selanjutnya diberikan perikatan
dalam bentuk penandatanganan kontrak ijarah atau IMBT.
b.
Sebagaimana difatwakan oleh DSN, bank
selanjutnya menyediakan objek sewa yang akan digunakan nasabah.
c.
Nasabah menggunakan barang atau jasa
yang disewakan sebagaimana yang disepakati dalam kontrak.
d.
Nasabah menyewa membayar fee sewa kepada bank syariah sesuai
dengan kesepakatan akad sewa.
e.
Pada transaksi IMBT, setelah masa ijarah
selesai, bank sebagai pemilik barang dapat melakukan pengalihan hak milik kepada
penyewa.
E.
Cakupan Standar Akuntansi Ijarah
Standar akuntansi keuangan yang mengatur tentang
akuntansi ijarah termuat dalam PSAK 107, Akuntansi Ijarah bertujuan untuk mengatur
pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi ijarah. Bentuk
aplikasi standar ini akan dibahas pada sub-bab teknis perhitungan dan
penjurnalan transaksi ijarah bagi bank syariah.[6]
F.
Teknis Perhitungan dan Penjurnalan Transaksi Ijarah
Pembahasan
teknis perhitungan dan penjurnalan transaksi ijarah akan mengacu pada kasus
berikut.
Kasus
Transaksi ijarah
PT. Namira membutuhkan
sebuah mobil untuk keperluan usahanya. Pada bulan januari 20XA, PT Namira
mengajukan permohonan ijarah kepada bank syariah. Adapun informasi tentang
penyewaan tersebut adalah sebagai berikut:
Harga perolehan barang : Rp 120.000.000
Umur ekonomis barang : 5 tahun (60 bulan)
Masa Sewa : 24 bulan
Nilai sisa umur ekonomis : Rp 0
Sewa per bulan : Rp 2.400.000
Biaya administrasi : Rp 480.000
1.
Teknis Perhitungan Transaksi Ijarah
Beberapa hal yang perlu
dilakukan perhitungan terkait transaksi ijarah adalah perhitungan penentuan
keuntungan dan fee ijarah, perhitungan uang muka sewa, dan biaya
administrasi ijarah.[7]
a.
Perhitungan penyusutan dan
pendapatan ijarah
Misalkan kebijakan bank syariah
adalah memperoleh keuntungan 20% dari modal penyewaan (beban penyusutan).
Penyusutan per bulan =
Pendapatan ijarah per bulan = modal penyewaan + n% modal penyewaan
=
Rp. 2.000.000 + (20% x 2.000.000)
=
Rp. 2.400.000
b.
Perhitungan biaya administrasi
ijarah
Biaya administrasi bisa diterapkan dengan
menggunakan persentase tertentu dari modal yang digunakan untuk persewaan.
Misalkan dalam kasus di atas, bank syariah menggunakan kebijakan 1% dari modal
persewaan.
Biaya administrasi ijarah = n% x modal persewaan per bulan x jumlah bulan
=
1% x Rp 2.000.000 x 24
=
1% x Rp 48.000.000
=
Rp 480.000
2.
Perjurnalan
Transaksi Ijarah
a.
Transaksi pengadaan aset ijarah
Misalkan, untuk keperluan transaksi ijarah PT Namira di atas, pada
tanggal 5 juni 20XA bank syariah membeli aset pada perusahaan yang mensuplai
barang yang diperlukan. Pembelian dilakukan via rekening pemasok, yaitu:
tanggal
|
Rekening
|
Debet (Rp)
|
Kredit (Rp)
|
5/6/XA
|
Db Persediaan ijarah
|
120.000.000
|
|
Kr. Kas/Rekening
supplier
|
120.000.000
|
b.
Transaksi pada saat akad disepakati
Misalkan pada tanggal 10 Juni, PT. Namira menandatangani akad ijarah
untuk sebuah mesin. Maka jurnal yang diperlukan pada waktu itu adalah:
Tanggal
|
Rekening
|
Debit (Rp)
|
Kredit(Rp)
|
10/6/XA
|
Db.
Aset yang diperoleh untuk ijarah
|
120.000.000
|
|
Kr. Persediaan ijarah
|
120.000.000
|
||
10/6/XA
|
Db.
Rekening nasabah – PT. Namira
|
480.000
|
|
Kr. Pendapatan administrasi
|
480.000
|
c.
Transaksi Pengakuan Penerimaan Pendapatan
Ijarah
Misalkan rencana dan realisasi pembayaran sewa oleh PT. Namira adalah:
No.
|
Tanggal Jatuh
Tempo
|
Sewa per bulan
(Rp)
|
Tanggal
Pembayaran
|
Jumlah yang
dibayar
|
1.
|
10 Juli XA
|
2.400.000
|
10 Juli XA
|
2.400.000
|
2.
|
10 Agt XA
|
2.400.000
|
10 Agt XA
|
2.400.000
|
3.
|
10 Sept XA
|
2.400.000
|
10 Sept XA
|
2.400.000
|
4.
|
10 Okt XA
|
2.400.000
|
10 Okt XA
|
2.400.000
|
5.
|
10 Nov XA
|
2.400.000
|
5 Des XA
|
2.400.000
|
6.
|
10
Des XA
|
2.400.000
|
10 Des XA
3 Jan XA
|
1.400.000
1.000.000
|
Pembayaran yang dilakukan
oleh PT. Namira di atas dapat diklasifikasikan dalam tiga bentuk, yaitu
pembayaran pada saat tanggal jatuh tempo, pembayaran setelah tanggal jatuh
tempo dan pembayaran yang dilakukan sebagian pada saat jatuh tempo dan sisanya
setelah tanggal jatuh tempo.
(i) Pembayaran
sewa oleh nasabah dilakukan saat jatuh tempo
Tanggal
|
Rekening
|
Debet (Rp)
|
Kredit
(Rp)
|
10/7/XA
|
Db. Kas/rekening nasabah
|
2.400.000
|
|
|
Kr. Pendapatan sewa
|
|
2.400.000
|
10/8/XA
|
Db. Kas/rekening nasabah
|
2.400.000
|
|
|
Kr. Pendapatan sewa
|
|
2.400.000
|
10/9/XA
|
Db. Kas/rekening nasabah
|
2.400.000
|
|
|
Kr. Pendapatan sewa
|
|
2.400.000
|
10/10/XA
|
Db. Kas/rekening nasabah
|
2.400.000
|
|
|
Kr. Pendapatan sewa
|
|
2.400.000
|
(ii) Pembayaran
sewa oleh nasabah dilakukan setelah tanggal jatuh tempo
Misalkan untuk pembayaran sewa bulan Nopember, pada
tanggal 10 Nopember 20XA, nasabah belum membayar sewa kepada bank. Pembayaran
baru dilakukan pada tanggal 5 Desember 20XA. Maka jurnal atas transaksi tanggal
10 Nopember dan 5 Desember tersebut adalah:
Tanggal
|
Rekening
|
Debet (Rp)
|
Kredit (Rp)
|
10/11/XA
|
Db. Piutang pendapatan sewa
|
2.400.000
|
|
|
Kr. Pendapatan sewa – akrual
|
|
2.400.000
|
5/12/XA
|
Db. Kas/rekening nasabah
|
2.400.000
|
|
|
Kr. Piutang pendapatan sewa
|
|
2.400.000
|
|
Db. Pendapatan sewa – akrual
|
2.400.000
|
|
|
Kr. Pendapatan sewa
|
|
2.400.000
|
(iii) Pembayaran
sewa oleh nasabah dilakukan sebagian pada saat jatuh tempo dan sebagian lagi
setelah tanggal jatuh tempo
Misalkan tanggal 10 Desember 20XA, nasabah membayar
sebesar Rp 1.400.000. Sisanya dibayar kemudian pada tanggal 3 Januari 20XB.
Maka jurnal atas transaksi tersebut adalah:
Tanggal
|
Rekening
|
Debet (Rp)
|
Kredit (Rp)
|
10/12/XA
|
Db. Kas/rekening nasabah
|
1.400.000
|
|
|
Db. Piutang pendapatan
sewa
|
1.000.000
|
|
|
Kr. Pendapatan sewa
|
|
1.400.000
|
|
Kr. Pendapatan sewa –
akrual
|
|
1.000.000
|
03/01/XB
|
Db. Kas/rekening nasabah
|
1.000.000
|
|
|
Kr. Piutang pendapatan
sewa
|
|
1.000.000
|
|
Db. Pendapatan sewa –
akrual
|
1.000.000
|
|
|
Kr. Pendapatan sewa
|
|
1.000.000
|
d.
Pengakuan penyusutan aset yang
diperoleh untuk ijarah
Dengan menggunakan teknik perhitungan penyusutan
untuk pengakuan penyusutan aset yang diperoleh ijarah
untuk 6 bulan pertama adalah:
Tanggal
|
Rekening
|
Debet (Rp)
|
Kredit (Rp)
|
10/7/XA
|
Db. Beban penyusutan aset ijarah
|
2.000.000
|
|
|
Kr. Akumulasi penyusutan
aset ijarah
|
|
2.000.000
|
10/8/XA
|
Db. Beban penyusutan aset ijarah
|
2.000.000
|
|
|
Kr. Akumulasi penyusutan
aset ijarah
|
|
2.000.000
|
10/9/XA
|
Db. Beban penyusutan aset ijarah
|
2.000.000
|
|
|
Kr. Akumulasi penyusutan
aset ijarah
|
|
2.000.000
|
10/10/XA
|
Db. Beban penyusutan aset ijarah
|
2.000.000
|
|
|
Kr. Akumulasi penyusutan
aset ijarah
|
|
2.000.000
|
10/11/XA
|
Db. Beban penyusutan aset ijarah
|
2.000.000
|
|
|
Kr. Akumulasi penyusutan
aset ijarah
|
|
2.000.000
|
10/12/XA
|
Db. Beban penyusutan aset ijarah
|
2.000.000
|
|
|
Kr. Akumulasi penyusutan
aset ijarah
|
|
2.000.000
|
e.
Perlakuan akuntansi beban perbaikan
dan pemeliharaan
Misalkan pada tanggal 23 Desember 20XA dilakukan
perbaikan aset ijarah sebesar Rp500.000. Perbaikan tersebut dilakukan atas
tanggungan Bank Syariah sebagai pemilik objek sewa dengan sistem pembayaran
langsung pada perusahaan jasa ruko maka jurnal atas transaksi tersebut adalah:
Tanggal
|
Rekening
|
Debit (Rp)
|
Kredit (Rp)
|
23/12/XA
|
Db. Beban perbaikan
aset ijarah
|
500.000
|
|
Kr.
Kas/rekening
|
500.000
|
f.
Penyajian pada laporan laba rugi
dan laporan perhitungan bagi hasil
Pendapatan sewa,
dilaporkan baik pada laporan laba rugi maupun laporan perhitungan bagi hasil.
Pada kedua laporan, pendapatan yang disajikan adalah pendapatan bersih yaitu
pendapatan sewa dikurangi beban-beban yang terkait dengan ijarah antara lain
beban penyusutan dan beban perbaikan dan pemeliharaan.
(i)
Laporan
Laba Rugi
Laporan
laba rugi biasanya dibuat pada akhir tahun, sedangkan laporan perhitungan bagi
hasil biasanya disajikan setiap bulan untuk keperluan perhitungan bagi hasil
dengan pemilik dana pihak ketiga.
|
Juli
|
Agustus
|
September
|
Oktober
|
November
|
Desember
|
Total
|
Pendapatan Sewa (saldo
kas + akrual)
|
2.400.000
|
2.400.000
|
2.400.000
|
2.400.000
|
2.400.000
|
2.400.000
|
14.400.000
|
(Beban penyusutan)
|
(2.000.000)
|
(2.000.000)
|
(2.000.000)
|
(2.000.000)
|
(2.000.000)
|
(2.000.000)
|
(12.000.000)
|
(Beban Perbaikan)
|
|
|
|
|
|
(500.000)
|
(500.000)
|
(Beban lain)
|
|
|
|
|
|
|
|
Pendapatan sewa bersih
|
400.000
|
400.000
|
400.000
|
400.000
|
400.000
|
(100.000)
|
1.900.000
|
(ii)
Laporan
perhitungan bagi hasil
|
Juli
|
Agustus
|
September
|
Oktober
|
November
|
Desember
|
Total
|
Pendapatan Sewa –
Kas
|
2.400.000
|
2.400.000
|
2.400.000
|
2.400.000
|
-
|
3.800.000
|
13.400.000
|
(Beban penyusutan)
|
(2.000.000)
|
(2.000.000)
|
(2.000.000)
|
(2.000.000)
|
(2.000.000)
|
(2.000.000)
|
(12.000.000)
|
(Beban Perbaikan)
|
|
|
|
|
|
(500.000)
|
(500.000)
|
(Beban lain)
|
|
|
|
|
|
|
|
Pendapatan sewa bersih
|
400.000
|
400.000
|
400.000
|
400.000
|
(2.000.000)
|
(1.300.000)
|
900.000
|
Ø Variasi Transaksi Ijarah
Dalam praktik, perbankan sering menerapkan transaksi
sewa atas sewa, yaitu menyewakan barang sewaan.
Kasus
Transaksi Ijarah dengan Skema Sewa atas Sewa
Misalkan PT. Yasmina
menyewa sebuah ruko untuk usaha pakaian Muslim. Pemilik tempat sepakat untuk
menyewakan ruko dengan harga sewa Rp 150 juta untuk 2 tahun. Karena PT. Yasmina
hanya memiliki uang tunai untuk sewa Rp 50 juta, PT. Yasmina mengajukan
permohonan pembiayaan kepada bank syariah. Skim yang disepakati adalah skim
ijarah dan agunan yang disepakati adalah kendaraan milik PT. Yasmina, Toyota
Kijang Innova tahun 2006. Kemudian bank memberikan persetujuan pembiayaan
dengan keterangan sebagai berikut:
a.
Tujuan pembiayaan: pembiayaan modal kerja
untuk usaha ruko
b. Jangka
waktu: 24 bulan
c.
Ujroh bank (margin sewa): Rp
12.976.333,34 (perhitungan margin annuity 12% untuk 24 bulan)
d. Total
harga sewa: Rp 162.976.333,34
e.
Uang muka nasabah: Rp 50 juta
f.
Jumlah pembiayaan: Rp 100 juta
g. Sewa
yang diangsur: Rp 112.976.333,34 (pembiayaan bank Rp 100 juta + keuntungan
bank)
h. Angsuran
pembiayaan: Rp 4.707.347,22 (Rp 112.976.333,34 : 24 bulan)
i.
Amortisasi per bulan: 4.166.666,67 (Rp
100.000.000 : 24 bulan)
Bentuk-bentuk jurnal terhadap
transaksi diatas adalah sebagai berikut:
1.
Jurnal
saat pencairan
Rekening
|
Debit (Rp)
|
Kredit (Rp)
|
Db.
Aset Ijarah
|
100.000.000
|
|
Kr.
Kas/Rekening Nasabah
|
|
100.000.000
|
2.
Jurnal
saat angsuran
Rekening
|
Debit (Rp)
|
Kredit (Rp)
|
Db.
Kas/Rekening Nasabah
|
4.707.347,22
|
|
Kr.
Pendapatan sewa ijarah
|
|
4.707.347,22
|
3.
Jurnal
saat amortisasi per bulan
Dalam
PSAK 107, suatu entitas syariah dibenarkan menggunakan istilah penyusutan atau
amortisasi untuk transaksi ijarah. Jurnal untuk pengakuan amortisasi tersebut
adalah sebagai berikut:
Rekening
|
Debit (Rp)
|
Kredit (Rp)
|
Db.
Biaya amortisasi
|
4.166.666,67
|
|
Kr.
Akumulasi amortisasi
|
|
4.166.666,67
|
a.
Jurnal
saat angsuran berakhir dan pembiayaan lunas
Rekening
|
Debit (Rp)
|
Kredit (Rp)
|
Db.
Akumulasi amortisasi
|
100.000.000
|
|
Kr.
Aset ijarah
|
|
100.000.000
|
b.
Jurnal
jika nasabah melunasi sebelum masa sewa berakhir
Apabila nasabah bermaksud melunasi setelah
pembayaran angsura ke-20. Informasi yang diperoleh saat akan pelunasan adalah:
Penyajian di neraca sebelum
pelunasan
Aset
Ijarah 100.000.000,00
Akumulasi
Amortisasi (83.333.333,33)
Nilai
bersih 16.666.666,67
· Sisa
aset ijarah Rp 16.666.666,67 (sisa angsuran pokok bulan ke 21-24)
· Sisa
sewa yang masih harus dibayar Rp 18.829.388,89
{112.796.333,34
- (20 x 4.707.347,22)}
· Sewa
bersih yang akan diterima Rp 2.162.722,22
Maka jurnal saat pelunasan sebelum masa sewa
berakhir adalah sebagai berikut:
Rekening
|
Debit
(Rp)
|
Kredit
(Rp)
|
Db.
Kas/Rekening nasabah
|
18.829.288,89
|
|
Db.
Akumulasi Amortisasi
|
83.333.333,33
|
|
Kr. Keuntungan ijarah
|
|
2.162.722,22
|
Kr. Aset Ijarah
|
|
100.000.000,00
|
G.
Teknik Perhitungan Dan Penjurnalan Transaksi IMBT
Pembahasan teknis perhitungan dan penjurnalan
transaksi IMBT akan dilakukan dengan mengacu pada kasus berikut:
Kasus
Tansaksi IMBT
Dengan mengacu pada transaksi kasus PT Namira yang telah dibahas diatas, misalkan akad yang disepakati adalah IMBT dengan
informasi tentang penyewaan sebagai berikut:
Biaya
perolehan barang : Rp 120.000.000
Umur barang : 5 tahun (60 bulan)
Masa
Sewa (umur ekonomis) : 24 bulan
Waktu Pembelian barang : Setelah bulan ke-24
1.
Teknis
perhitungan transaksi IMBT
Teknis
perhitungan transaksi IMBT pada dasarnya sama dengan transaksi ijarah.
Perbedaan teknis perhitungan terletak pada penentuan penyusutan aset ijarah.
a.
Perhitungan
penyusutan aset IMBT
Berdasarkan PSAK 107 disebutkan
bahwa, kebijakan penyusutan atau amortisasi yang dipilih harus mencerminkan
pola konsumsi yang diharapkan dari manfaat ekonomi di masa depan dari objek
ijarah.
Berdasarkan kasus diatas, maka beban penyusutan per
bulan barang IMBT adalah:
Penyusutan IMBT per bulan =
Penyusutan IMBT per bulan =
Penyusutan IMBT per bulan = Rp
5.000.000
b.
Penentuan
Pendapatan IMBT
Selanjutnya dengan
kebijakan keuntungan sewa 20% dari modal barang yang disewakan, pendapatan IMBT
per bulan adalah sebagai berikut:
Pedapatan IMBT per bulan = modal penyewaan + n% modal penyewaan
= Rp 5.000.000 + (20% x 5.000.000)
= Rp 5.000.000 + 1.000.000
= Rp 6.000.000
Total pedapatan IMBT selama masa sewa = 24 x Rp 6.000.000
= Rp 144.000.000
2.
Penjurnalan
Transaksi IMBT
a. Penjurnalan transaksi IMBT sama dengan penjurnalan pada
transaksi ijarah.
b. Perbedaan mendasar hanya terdapat pada konsep perhitungan
penyusutan yang tidak dikaitkan dengan umur ekonomis, melainkan dikaitkan dengan masa sewa sebagaimana telah
dibahas pada sub bab Teknis Perhitungan Transaksi IMBT.
c.
Perpindahan
hak milik IMBT dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :
·
Melalui hadiah (hibah),
·
Pembayaran sisa sewa sebelum berakhirnya masa sewa dan
·
Pembayaran sekedarnya.
Ø Pelepasan
sebagai hadiah
Berdasarkan PSAK
107, perpindahan kepemilikan objek ijarah dari pemilik kepada penyewa dalam ijarah
muntahiya bittamlik dengan cara:
1. Hibah, jumlah
tercatat objek ijarah diakui sebagai beban.
2.
Penjualan
sebelum berakhirnya masa, sebesar sisa cicilan sewa/ jumlah yang disepakati.
3.
Penjualan
setelah selesai masa akad.
Dalam kasus transaksi IMBT, PT. Namira di atas,
sekiranya pada akhir masa sewa (setelah bulan ke-24) dilakukan pelepasan aset
ijarah oleh bank syariah dengan menghadiahkan aset tersebut kepada PT. Namira.
Adapun nilai buku aset di neraca pada bulan ke-24 adalah :
Penyajian di neraca (bulan ke-24)
Aset
Ijarah 120.000.000
Akumulasi
Amortisasi (120.000.000)
Nilai
bersih 0
Maka
jurnal untuk transaksi tersebut adalah :
Rekening
|
Debet
(Rp)
|
Kredit
(Rp)
|
Db. Akumulasi penyusutan aset ijarah
|
120.000.000
|
|
Kr.
Aset ijarah
|
|
120.000.000
|
Ø Pelepasan
melalui penjualan objek sewa sebelum berakhirnya masa sewa
Berdasarkan PSAK 107 disebutkan bahwa pada penjualan
objek ijarah sebelum berakhirnya masa sewa, sebesar sisa cicilan sewa atau
jumlah yang disepakati, maka selisih antara harga jual dan jumlah tercatat
objek ijarah diakui sebagai keuntungan atau kerugian.
(i)
Jika
harga jual di atas nilai buku aset ijarah
Misalkan setelah penerimaan
pendapatan sewa bulan ke-20, bank syariah menjual mesin
yang menjadi aset ijarah tersebut sebesar sisa cicilan sewa kepada nasabah
penyewa yaitu Rp 24.000.000 (4 x Rp 6.000.000). Adapun nilai buku aset di neraca pada bulan ke 20 adalah:
Penyajian di neraca (bulan ke-20)
Aset
Ijarah 120.000.000
Akumulasi
Amortisasi (100.000.000)
Nilai
bersih 20.000.000
Maka jurnal untuk transaksi tersebut adalah :
Rekening
|
Debet
(Rp)
|
Kredit
(Rp)
|
Db.
Kas
|
24.000.000
|
|
Db. Akumulasi penyusutan aset ijarah
|
100.000.000
|
|
Kr. Aset ijarah
|
|
120.000.000
|
Kr. Keuntungan penjualan aset ijarah
|
|
4.000.000
|
(ii)
Jika
harga jual dibawah nilai buku aset ijarah
Misalkan setelah penerimaan pendapatan sewa bulan ke
20, bank syariah menjual mesin yang menjadi aset ijarah tersebut sebesar Rp
15.000.000. Adapun nilai buku aset di neraca pada bulan ke 20 adalah:
Penyajian di neraca (bulan ke-20)
Aset
Ijarah 120.000.000
Akumulasi
Penyusutan (100.000.000)
Nilai
bersih 20.000.000
Maka
jurnal untuk transaksi tersebut adalah :
Rekening
|
Debet
(Rp)
|
Kredit
(Rp)
|
Db. Kas
|
15.000.000
|
|
Db. Akumulasi penyusutan aset ijarah
|
100.000.000
|
|
Db. Kerugian penjualan aset ijarah
|
5.000.000
|
|
Kr. Aset ijarah
|
|
120.000.000
|
Ø Pelepasan
melalui penjualan objek sewa setelah berakhirnya masa sewa
Berdasarkan PSAK 107 disebutkan bahwa pada penjualan
setelah selesai masa akad, maka selisih antara harga jual dan jumlah tercatat
objek ijarah diakui sebagai keuntungan atau kerugian.
Misalkan setelah berakhirnya masa sewa, bank syariah
menjual mesin yang menjadi aset ijarah senilai Rp 2.000.000. adapun nilai buku
aset di neraca pada bulan ke-24 adalah :
Penyajian di neraca (bulan ke-20)
Aset
Ijarah 120.000.000
Akumulasi
Penyusutan (120.000.000)
Nilai
bersih 0
Maka jurnal untuk transaksi
tersebut adalah :
Rekening
|
Debet
(Rp)
|
Kredit
(Rp)
|
Db.
Kas
|
2.000.000
|
|
Db.
Akumulasi penyusutan aset ijarah
|
120.000.000
|
|
Kr. Aset ijarah
|
|
120.000.000
|
Kr. Keuntungan penjualan aset ijarah
|
|
2.000.000
|
Ø Pelepasan
melalui penjualan objek sewa secara bertahap
Berdasarkan PSAK 107, disebutkan bahwa penjualan
objek ijarah secara bertahap, maka:
a.
Selisih antara harga jual dan jumlah
tercatat sebagian objek ijarah yang telah dijual diakui sebagai keuntungan atau
kerugian; sedangkan
b.
Bagian objek ijarah yang tidak dibeli
penyewa diakui sebagai aset tidak lancar atau aset lancar sesuai dengan tujuan
penggunaan aset tersebut.