BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pentingnya Akuntansi Bank Syariah
Akuntansi syariah adalah kumpulan dasar-dasar hukum yang baku dan
permanen yang disimpulkan dari sumber-sumber syariah islam yang dipergunakan
sebagai aturan akuntan. Adapun proses akuntansi berupa
tindakan mencatat, mengklarifikasi, menganalisis, dan melaporkan berbagai
transaksi sehingga dapat dipahami oleh para pengguna informasi.
Alasan
akutansi harus dibahas:
1.
Sebagai
bahasa bisnis
2.
Diperdebatkan
apakah dia netral atau tidak
3.
Tidak
dipengaruhi lingkungan
4.
Sumber dasar
dari pengambilan keputusan
Beberapa alasan akutansi harus dibahas karena itu
yang menjadi dasar
Untuk para akuntan atau pun manajer menjalankan
tugas nya seperti akutansi sebagai bahasa bisnis, akutansi dapat menjadi bahsa
bisnis karena para manajer harus menggunakan akutansi sebagai dasar dari
pengambilan sebuah keputusan. Kemudian diperdebatkan apakah dia netral atau
tidak karena laporan keuangan dari BI tidak ada ikut campur dari pihak lain. tidak dipengaruhi oleh lingkungan karena tidak
ada satu orang pun atau institusi manapun yang dapat mempengaruhi sebuah
keputusan karena tidak memiliki kewenangan. Lalu sumber dasar dari pengambilan
sebuah keputusan itu sudah pasti karena yang dapat menjadi dasar untuk
pengambilan keputusan adalah akutansi baik keuntungan yang didapat atau
kerugian yang diderita seketika itu manajer akan mengambil sebuah keputusan yang
berdasar pada akutansi.
Banyak
faktor-faktor pendorong munculnya akutansi syariah, faktor-faktor tersebut
dapat muncul karena negara membutuhkan sesuatu yang lebih agamis dan ingin
terlepasa dari belenggu akutansi yang dipegang oleh orang barat serta dapat
berjalan secara optimal. beberapa faktor tersebut adalah:
1.
Meningkatnya
religiousty (meningkatnya nilai keagamaan)
2.
Lambatnya
akutansi konvensional (masalah inflasi)
3.
Kebangkitan
islam khususnya kaum pelajar
4.
Kebutuhan
akutansi dalam lembaga bisnis ( sarf (bursa efek), jual beli valuta asing).
Akuntansi Syariah adalah ilmu sosial
profetik yang menurunkan ajaran normatif Al-Quran dalam bentuk yang lebih
konkret. Dengan langkah derivasi ini, maka untuk melakukan pencatatan transaksi
dapat dilakukan dengan baik pada tataran praktis. Dengan demikian, akuntansi
syariah merupakan bagian tak terpisahkan dari trilogi iman, ilmu, dan amal.
Artinya, wujud keberimanan seseorang harus diekspresikan dalam bentuk perbuatan
(amal atau aksi). Di mana perbuatan tadi harus didasari dan dituntun oleh
ilmu (dalam hal ini adalah ilmu sosial profetik, yaitu akuntansi syariah). Dalam hal ini manfaat
akuntansi dalam perbankan syariah adalah:
1.
Menyediakan informasi ekonomi mengenai keuangan yang
bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
2.
Pertangungjawaban manajemen kepada pemilik perbankan atau
investor.
Untuk
mewujudkan terealisaasinya penggunaan akuntansi yang berbasis syariah maka standar
yang digunakan untuk menyusun laporan keuangan yakni Generally Accepted
Accounting Principles yang tidak bisa terlepas dari cara pandang masyarakat ( dimana
kegiatan ekonomi itu diselenggarakan ) terhadap nilai-nilai kehidupan
sosialnya. Ini terbukti dari tidak mudahnya melakukan harmonisasi standar
akuntansi secara internasional meskipun upaya ke arah sana selalu diusahakan
dengan adanya International Accounting Standard.
Adanya organisasi akuntansi dan audit untuk lembaga keuangan islam
(Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institution), lembaga profesi akuntansi dan central bank
dari negara-negara yang mengizinkan beroperasinya lembaga keuangan islam, telah
menerbitkan standar akuntansi bagi lembaga keuangan islam /bank yang tentunya
sangat diharapkan dapat diadopsi oleh organisasi profesi akuntansi dan bank
sentral negara-negara penyelenggara bank islam.
Pendekatan dalam penyusunan standar akuntansi tsb, menggunakan
International Accounting Standard sebagai basis utama dalam pengkajian kebutuhan
standar yang sesuai dengan operasi bank syariah sehingga secara praktis akan
menerima IAS sepanjang tidak bertentangan dengan syariah dan otomatis akan
menolak bila tidak sejalan dengan tuntunan syariah dengan konsekwensi
menciptakan suatu standar baru sesuai dengan syariah. [2]
Adapun pentingnya
akuntansi syariah mendukung bank syariah dalam upaya pengembangan perbankan
syariah yakni tercapainya beberapa sasaran sebagai berikut:
1.
Terpenuhinya prinsip syariah dalam operasional perbankan
Hal ini ditandai
dengan tersusunnya norma-norma keuangan syariah terstandarisasi, terwujudnya
mekanisme kerja yang efisien bagi pengawasan prinsip syariah operasional
perbankan, baik instrument maupun badan yang terkait, dan rendahnya tingkat
keluhan masyarakat dalam hal penerapan prinsip syariah dalam setiap transaksi.
2.
Diterapkannya prinsip kehati-hatian dalam operasional
perbankan syariah
Hal ini ditandai
dengan terwujudnya kerangka pengaturan dan pengawasan yang berbasis risiko sesuai
dengan karakteristiknya dan didukung oleh sumber daya insane yang andal,
diterapkannya konsep corporate governance dalam operasi perbankan
syariah,diterapkannya kebijakan exit dan entry yang efisien, serta terwujudnya
real time supervision dan self regulation system.
3.
Terciptanya sistem perbankan syariah yang kompetitif dan
efisien
Hal ini ditandai
dengan terciptanya pemain-pemain yang mampu bersaing secara global,
terwuujudnya aliansi strategis yang efektif, dan terwujudnya mekanisme kerja
sama dengan lembaga-lembaga pendukung.
4.
Terciptanya stabilitas sistemik serta terealisasinya kemanfaatan
bagi masyarakat luas
Hal ini ditandai
dengan terwujudnya safety net yang merupakan kesatuan dengan konsep operasional
perbankan yang berhati-hati, terpenuhinya kebutuhan masyarakat yang
menginginkan layanan bank syariah diseluruh Indonesia dengan target mangsa
sebesar 5 persen dari total asset perbankan nasional, terwujudnya fungsi
perbankan syariah yang kafah dan dapat melayani seluruh segmen masyarakat, dan
meningkatkan proporsi pola pembiayaan secara bagi hasil.[3]
Metodologi
konstruksi akuntansi syariah sedapat mungkin adalah metodologi yang paling
dekat dengan syariah, yaitu metodologi yang lebih holistik dibandingkan dengan
yang lainnya. Sebagai contoh misalnya, perspektif Khalifatullah fil Ardh tidak
melihat realitas dalam bentuk yang paling sederhana yaitu relitas materi.
Tetapi melihatnya dalam perspektif yang lebih luas, yaitu meliputi: realitas
materi, realitas psikis, realitas spiritual, dan realitas absolut (Tuhan).
Realitas yang tidak terpisah dengan realitas lainnya yakni dari
realitas yang paling rendah hingga yang paling tinggi, yaitu realitas Absolut
(Tuhan). [4]
Pemahaman
realitas yang demikian akan sangat berpengaruh terhadap bentuk akuntansi
syariah. Konsekuensi yang harus diterima adalah bahwa akuntansi syariah tidak
saja merefleksikan realitas materi, tetapi juga realitas non-materi.
Konsekuensi ini tentu saja tetap konsisten dengan tujuan dari akuntansi syariah
itu sendiri, yaitu: menstimulasi perilaku manusia pada kesadaran Ketuhanan
yang pada akhirnya akan menghantarkan manusia untuk kembali kepada Realitas
Absolut dari mana manusia itu berasal.
Mempelajari
Akuntansi Islam sudah merupakan keharusan dalam ekonomi yang semakin global
ini. Hal ini misalnya didorong oleh:
1. Munculnya
kesadaran orang membayar zakat baik zakat pribadi maupun zakat
perusahaan.
2. Munculnya
berbagai yayasan atau organisasi islam yang memerlukannya.
3. Semakin
banyaknya lembaga bisnis yang menerapkan syariat islam akan memerlukan
Akuntansi Islam dan tenaga yang menguasainya.
4. Keberadaan
lembaga ini tentu membuka peluang untuk masyarakat luas bekerja sama dengan
lembaga ini. Misalnya jika ada bank yang dijalankan secara syariah seperti bank
Muamalat maka bank lain atau perusahaan lain yang ingin meminjam atau ingin
kerja sama, join financing, pinjaman, atau sindikasi maka mau
tidak mau perlu mengetahui sistem akuntansi lembaga
yang ingin bekerja sama ini.
5. Demikian
juga skala internasional, maka semakin banyak negara yang akan
menerapkan model akuntansi ini. [5]
Jika dilakukan
suatu perbandingan antara akuntansi syariah dan konvensional maka akan
ditemukan beberapa perbedaan yang sifatnya sangat mendasar antara lain sebagai
berikut:
1.
Dalam akuntansi konvensional Assets (harta) dibedakan atas
dua hal yakni harta lancar (current assets) dan harta tetap (fixed assets),
sedangkan dalam akuntansi syariah harta terbagi atas harta berupa uang (cash),
harta berupa barang (stock) yang kemudian dibagi kembali menjadi harta dagang
dan harta milik
2.
Dalam akuntansi Syariah mata uang seperti emas, perak dan
barang lainnya memiliki kedudukan yang
sama, dan tidak dibedakan atas tujuan tertentu, sebagaimana yang ada pada
akuntansi konvensional
3. Akuntansi
Konvensional senantiasa menerapakan prinsip ketelitian dan pencadangan yang
berlebihan atas kemungkinan terjadinya kerugian dari kesalaha pencatatan
sehingga mengesampingkan perhitungan laba yang masih mungkin terjadi. Sedangkan
dalam akuntansi syariah juga berlaku demikian namun tidak berlebihan dan selalu
memperhatikan akan adanya laba yang masih mungkin terjadi.
4. Akuntansi
konvensional menerapkan prinsip laba yang universal sehingga laba dagang, modal
pokok, transaksi, dan juga uang dari sumber yang haram tercampur menjadi satu.
Sedangkan dalam akuntansi syariah laba dipisahkan pencatatanya atas laba hasil
aktivitas pokok, laba modal pokok yang hasil transaksi dan juga wajib
menjelaskan dan mencatat pendapatn dari sumber yang haram jika ada.[6]
B.
Akuntansi Syariah dan
Epistemologi Islam
Kerangka
konseptual akuntansi syariah menggunakan pendekatan epistimologi Islam.
Epistimologi adalah cabang filsafat yang secara khusus membahas teori ilmu
pengetahuan, secara harfiah epistimologi berasal dari bahasa Yunani episteme
yang berarti pengetahuan (Suria Sumantri, 1991). Dalam lingkup filsafat ilmu,
epistimologi mengandung pengertian sebagai metode memperoleh pengetahuan agar
memiliki karakteristik, kebenaran, dan nilai-nilai tertentu sebagai ilmu (Chalmers,1991).
Dalam konteks
epistimologi sebagai metode memperoleh pengetahuan ilmu, epistimologi Islam
diperlukan guna memperoleh pengetahuan yang diharapkan memiliki karakteristik,
kebenaran dan nilai-nilai Islami. Epistimologi Islam adalah metode memperoleh
pengetahuan ilmu yang Islami melalui proses penalaran yang sistematis, logis
dan sangat mendalam menggunakan “ijtihad” yang dibangun atas kesadaran sebagai
khalifatullah fii-ardl.
Prinsip dasar
paradigma syariah merupakan multi paradigma yang mencakup keseluruhan dimensi wilayah mikro dan
makro dalam kehidupan manusia yang saling terkait. Diantaranya dimensi tersebut
adalah sebagai berikut:
Pertama, dimensi mikro prinsip dasar paradigma syariah adalah
individu yang beriman kepada Allah SWT (tauhid) serta mentaati segala aturan
dan larangan yang tertuang dalam Al-Qur’an,Al Hadits, Fiqh, dan hasil ijtihad.
Landasan tauhid diperlukan untuk mencapai tujuan syariah yaitu menciptakan
keadilan sosial (al a’dl dan al ihsan) serta kebahagiaan dunia dan
akhirat. Pencapaian tujuan syariah tersebut dilakukan menggunakan etika dan
motal iman (faith), taqwa (piety), kebaikan (righteoneus/birr),
ibadah (worship), tanggungjawab (responsibility/fardh), usaha (free
will/ikhtiyar), hubungan dengan Allah dan manusia (Habluminallah dan
Habluminannas), serta barokah
(blessing).
Kedua, dimensi makro prinsip syariah adalah meliputi wilayah
politik,ekonomi dan sosial. Dalam dimensi politik, menjunjung tinggi musyawarah
dan kerjasama. Sedangkan dalam dimensi ekonomi, melakukan usaha halal, mematuhi
larangan bunga, dan memenuhi kewajiban zakat. Selanjutnya dalam dimensi sosial
yaitu mengutamakan kepentingan umum dan amanah.
Dalam
kerangka konseptual akuntansi syariah tersebut di atas, dinyatakan bahwa tujuan
diselenggarakannya akuntansi syariah adalah mencapai keadilan sosialekonomi dan
sebagai sarana ibadah memenuhi kewajiban kepada Allah SWT, lingkungan dan
individu melalui keterlibatan institusi dalam kegiatan ekonomi. Produk akhir
teknik akuntansi syariah adalah informasi akuntansi yang akurat untuk
menghitung zakat dan pertanggungjawaban kepada Allah SWT dengan berlandaskan
moral, iman dan taqwa.
Dengan demikian
dalam hal akuntansi syariah sebagai alat pertanggungjawaban, diwakili informasi
akuntansi syariah dalam bentuk laporan keuangan yang sesuai dengan syariah
yaitu mematuhi prinsip full disclousure. Laporan keuangan akuntansi syariah
tidak lagi berorientasi pada maksimasi laba, akan tetapi membawa pesan modal
dalam menstimuli perilaku etis dan adil terhadap semua pihak. Jenis laporan
keuangan akuntansi syariah yang memenuhi kriteria ini menurut Harahap
(2000) meliputi:
Neraca, yang
menyajikan pula Laporan Sumberdaya Manusia. Laporan Nilai Tambah (Value Added
Reporting) yang menyajikan semua hasil yang diperoleh perusahaan darikontribusi
semua pihak yang terkait dengan entitas, dan kemudian mendistribusikannya
secara adil. Laporan Arus Kas (Cash Flow). Laporan Pertanggungjawaban
Sosial Perusahaan (Socio Economy Accounting Reporting). Catatan atas
Laporan Keuangan, mengenai implementasi syariah misalnya zakat, infaq,
shodaqoh, transaksi haram, dan laporan dewan syariah. Melaporkan good
governance, mengenai produksi, efisiensi, produktivitas, dan laporan lainnya
yang relevan.
C.
Prinsip Akuntansi
Bank Syariah
Dengan prinsip
operasi yang berbeda dengan bank konvensional memberikan implikasi perbedaan
pada prinsip akuntansi baik dari segi penyajian maupun pelaporannya. Laporan
akuntansi bank Islam akan terdiri dari :
·
Laporan posisi keuangan /
neraca
Laporan keuangan yang menggambarkan aktiva atau kekayaan = fasiva /
kewajiban + modal pada suatu perusahaan pada saat tertentu.
·
Laporan laba-rugi
Laporan keuangan yang menggambarkan posisi keberhasilan atau kemunduran
dari suatu perusahaandalam upaya pencapaian tujuannya
·
Laporan arus kas
Kas operational → Beban gaji
Kas pendanaan → Modal ( pemilik menyerahkan dana / modal )
Kas Investasi → pihak bank menginvestasikan atau
menanamkan modal
kepada pihak lain melalui mudhorobah atau lembaga usaha yang lain contohnya
( Bursa Saham )
·
Laporan perubahan modal
Laporan perubahan modal adalah salah satu bentulk laporan keungan
yang memberikan informasi tentang penyebab bertambah atau berkurangnya modal
selama dalam masa periode tertentu.[7]
·
Catatan atas laporan keuangan
Laporan keuangan adalah catatan informasi keuangan suatu
perusahaan pada suatu periode
akuntansi yang dapat digunakan untuk menggambarkan kinerja
perusahaan tersebut.[8]
·
Laporan sumber dan penggunaan
zakat
·
Laporan sumber dan penggunaan
dana qard/qardul hasan
Kegiatan
perusahaan yang tidak di catat dalam laporan keuangan yaitu:
·
Pergantian
manajemen
· Pergantian pegawai
· Pergantian investor
· Perjanjian hukum
· Rapat
Beberapa hal yang menonjol dalam
akuntansi bank Islam adalah :
1.
Giro dan tabungan wadiah
dicatat / disajikan sebagai hutang dalam neraca.
2.
Rekening investasi mudharabah
bebas / deposito dicatat/disajikan sebagai rekening tersendiri antara hutang
dan modal (bukan hutang).
3.
Rekening investasi tidak bebas
dicatat terpisah sebagai off balance sheet account dalam
bentuk laporan perubahan posisi investasi tidak bebas.
4.
Piutang murabahah dicatat
sebesar sisa harga jual yang belum tertagih dikurangi dengan margin yang belum
diterima.
5.
Investasi mudharabah dan
musyarakah disajikan sebesar sisa nilai modal yang disertakan atau diinvestasikan
6.
Aset yang disewakan dicatat sebesar harga
perolehan dikurangi dengan akumulasi penyusutan.
7.
Pendapatan pada umumnya diakui
secara cash
basis sedang beban tetap secara accrual basis.
8.
Bagi hasil antara mudharib dan
sahibul mal dilakukan atas profit loss sharing atau revenue sharing, sedangkan pendapatan bank yang berasal dari investasi dana sendiri
atau dari dana yang bukan berasal dari rekening investasi sepenuhnya menjadi
pendapatan bank, disamping itu pendapatan jasa bank sepenuhnya menjadi
pendapatan bank yang tidak dibagi hasilkan.
Prinsip akuntansi bank Islam mengacu pada Accounting and
Auditing Standard for Islamic Financial Institution yang diterbitkan oleh
Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institution yang
berpusat di Bahrain yang didirikan pada tahun 1991 atas prakarsa IDB dan
beberapa lembaga keuangan Islam besar dan sekarang telah mempunyai anggota
hampir seluruh lembaga keuangan Islam.
D.
Prinsip
Filosofis Akuntansi Syariah
Teori Akuntansi Syariah tidak terlepas dari konteks
faith, knowledge, dan action. Ini artinya adalah bahwa teori akuntansi
syariah ( dalam hal ini adalah knowledge) digunakan untuk memandu praktik
akuntansi (action) dari keterkaitan ini kita bisa melihat bahwa teori Akuntansi
Syariah (knowledge) dan praktik Akuntansi Syariah (action) adalah dua
sisi dari satu uang logam yang sama. Keduanya tidak bisa dipisahkan. Keduanya
tidak boleh lepas dari bingkai keimanan/tauhid (faith) yang dalam hal ini bisa
digambarkan sebagai sisi lingkaran pada iang logam yang membatasi dua sisi
lainnya untuk tidak keluar dari keimanan.
Dari teori diatas akuntansi syariah
memiliki prinsip sebagai berikut:
·
Humanis
·
Emansipatoris
·
Trasendental, dan
·
Teologikal
Humanis
memberikan suatu pengertian bahwa teori Akuntansi Syariah bersifat
manusiawi, sesuai dengan fitrah manusia, dan dapat dipraktikan sesuai dengan
kapasitas yang dimiliki oleh manusia sebagai makhluk yang selalu berinteraksi
dengan orang lain (dan alam) secara dinamis dalam kehidupan
sehari-hari. Dalam konteks ini berarti akuntansi syariah di bangun berdasarkan
budaya manusia itu sendiri.
Emansipatoris
mempunyai pengertian bahwa teori Akuntansi Syariah mampu melakukan
perubahan-perubahan yang signifikan terhadap teori dan praktik akuntansi modern
yang eksis saat ini. Perubahan-perubahan yang dimaksud adalah perubahan
membebaskan (emansipasi). Pembebasan dari ikatan-ikatan semu yang tidak perlu
diikuti, pembebasan dari kekuatan semu (pseudo power), dan pembebasan
dari ideologi semu.
Transendental
mempunyai makna bahwa teori akuntansi syariah melintas batas disiplin
ilmu akuntansi itu sendiri. Bahkan melintas batas dunia materi (ekonomi).
Dengan prinsip filosofis ini teori akuntansi syariah dapat memperkaya
dirinya dengan mengadopsi disiplin ilmu lainnya (selain ilmu ekonomi), seperti
: sosiologi, psikologi, etnologi, fenomenologi, antropologi, dan lain-lainnya.
Aaspek transendental ini sebetulnya tidak terbatas pada disiplin ilmu, tetapi
juga menyangkut aspek ontologi, yaitu yaitu tidak terbatas pada objek yang
bersifat materi (ekonomi) tetapi juga aspek non-materi (mental dan
spiritual).
Teologikal memberikan suatu dasar pemikiran bahwa akuntansi tidak
sekedar memberikan informasi untuk pengambilan keputusan ekonomi, tetapi juga
memiliki tujuan transendental sebagai bentuk pertanggung jawaban manusia
terhadap Tuhannya, kepada sesama manusia, dan kepada alam semesta. Prinsip ini
mengantarkan manusia pada tujuan hakikat kehidupan, yaitu falah (kemenangan). Falah
disini dapat diartikan keberhasilan manusia kembali ke sang pencipta dengan
jiwa yang tenang dan suci (muthmainah).
E.
Peran
akutansi Syariah dan Akutansi konvensional
Peran
strategis akutansi sebagai instrument validitas informasi dan penjaga keadilan
bagi stakeholders. Contoh perbedaan peran antara akutansi syariah dan akutansi
konvensional adalah:
1.
Syariah
Profit
dalam syariah lebih menekankan kepada kemanfaatan sosial (dalam artian tidak
mendzolimi anggotanya, bank syariah, investor, atau karyawan) yang berlandaskan
Syariah Compliance yaitu kepatuhan dalam syariah yang mementingkan kepentingan
sosial dengan cara bagi hasil.
2.
Konvensional
Profit
dalam konvensional menggunakan prinsip coorporate performance yaitu
mengoptimalkan kinerja perusahaan untuk memperkaya pemegang saham. Dimana profit
diambil dari beberapa keuntungan dalam hal ini bunga yang bertujuan untuk
kesejahteraan atau untuk memenuhi kekayaan para pemegang saham.
Peran
penting akutansi syariah adalah untuk mengambil profit (laba) dan akad adalah
untuk memperjelas hak dan kewajiban yang diperoleh nasabah dan pemilik.
[1] http://shariapedia.blogspot.com/2012/08/dasar-dasar-akuntansi-perbankan-syariah.html
diunduh 14 Maret 2013, 08.16 AM.
[2] Yaya, Rizal dkk. Akuntansi Perbankan Syariah ; teori dan praktik
kontemporer. Jakarta: Salemba Empat. 2009. Hlm 5
[3] Ibid, hlm 28-29
[6] http://ekonomisyariah.blog.gunadarma.ac.id/2010/03/31/akuntansi-syariah/ diunduh 14 Maret 2013,
08.45 AM.
0 komentar:
Posting Komentar